Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata....

Selasa, 27 Oktober 2009

Tak Ada Lagi Aktivitas Illegal Logging di Kalbar

Pontianak (BORNEO TRIBUNE)--Kalau selama ini, para aktivis lingkungan hidup selalu bersuara keras menyatakan Kalbar marak illegal logging (IL). Tapi Gubernur Kalbar, Cornelis saat memberikan sambutan dalam seminar kerja sama ASEAN dalam menanggulangi IL dan perdagangan hasil hutan secara illegal, bertempat di Rektorat Untan menyatakan di Kalbar saat ini tidak ada lagi aktivitas IL.
Pernyataan Gubernur tersebut terkait ketidakadilan dalam berbagai peraturan perundang-undangan di sektor kehutanan.
“Apakah UU Kehutanan sudah cukup adil? Siapa yang merusak hutan sebenarnya?” kata Cornelis mempertanyakan, Kamis (15/10).

Di Kalbar sendiri, pemerintah pusat memberikan ijin HPH seluas 1,5 juta hektar hutan untuk ditebang. Sementara masyarakat sekitar hutan dilarang keras menebang hutan.
“Ini membuktikan UU tidak berpihak pada masyarakat, tidak adil dan melanggar HAM,” ujarnya.
Cornelis melihat UU yang dikeluarkan pemerintah pusat selama ini terlalu banyak kepentingan birokrasi yang kekuatannya luar biasa sehingga timbul ketidakadilan di Indonesia.
Negara ini terlalu banyak UU sehingga sulit untuk menjalankannya. Inilah ciri-ciri negara berkembang terlalu banyak UU dan peraturan tapi sulit dilaksanakan dan antar instansi pemerintah sendiri saling curiga.
Cornelis menceritakan ketika pemerintah Kalbar mencanangkan pengembangan kelapa sawit seluas 4 juta hektar, PBB langsung memanggilnya dan mempertanyakan kebijakan tersebut. Ia mengungkapkan kepergiannya ke California, USA beberapa waktu lalu juga membicarakan masalah paru-paru dunia.
Dunia internasional minta Indonesia menjadi paru-paru dunia. Pemerintah Kalbar setuju dengan gerakan penyelamatan dunia ini. Tapi harus jelas apa kewajiban negara maju dan apa kewajiban negara berkembang. Jangan hanya negara maju menuntut negara berkembang begini begitu tapi kontribusi balik dari negara maju tidak ada.
Di kesempatan itu, Cornelis terus menegaskan, aktivitas IL skala besar yang diekspor secara illegal ke luar negeri dari Kalbar sudah tidak ada. Saat ini yang ada hanya penebangan hutan yang kayunya digunakan untuk kebutuhan masyarakat lokal sekitar hutan. “Apakah ini juga dikatakan IL,” tanyanya.
Cornelis menegaskan masyarakat sekitar hutan yang umumnya orang Dayak ini tidak mungkin menjaga hutan dengan hanya menggunakan “cawat” (celana dalam) saja. Mereka butuh makan, anak-anaknya membutuhkan biaya untuk sekolah dan mereka ini hidupnya tergantung dari hutan. Apakah salah mereka menebang hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sementara pekerjaan lain belum ada.
Kepala Dinas Kehutanan Kalbar, Cornelius Kimha membenarkan penegasan bahwa aktivitas IL sudah hampir tidak ada. Dijelaskannya pemahaman IL menurut kerja sama ASEAN ini yang berhubungan dengan penebangan kayu yang kayunya diselundupkan ke luar melalui perbatasan dan perdagangannya dilakukan secara illegal baik melalui darat maupun laut. “Aktivitas seperti ini sudah tidak ada,” katanya.
Aktivitas yang masih ada sekarang penebangan hutan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan lokal mereka sendiri di kampung-kampung mereka. Apakah ini dikatakan illegal.
Kalau beberapa waktu lalu, lanjutnya, disebut-sebut bahwa kawasan hutan lindung di perbatasan dengan Malaysia juga banyak terjadi IL. Diakui memang ada seperti di daerah Betung Karihun. Tapi persoalannya sarana infrastruktur jalan ke sana sangat tidak ada sehingga menyulitkan aparat untuk mengamankan hutan di sana.
“Sekarang daerah itu sudah dijaga TNI dan Polri,” katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Litbang Kehutanan Dephut RI, Tachrir Fathoni mengatakan berbagai kebijakan kerja sama ASEAN dalam memberantas tindak kejahatan IL cukup membawakan hasil.
Berbagai program dan kebijakkan sudah dijalankan bersama dalam kerja sama ASEAN.
Hanya saja, hambatan yang dialami dalam kerja sama, masih adanya perbedaan kepemilikan dan sistem pengelolaan SDH berbeda di AMS, IL dianggap sebagai masalah dalam negeri, banyak komitmen dan rencana tapi realisasi masih kurang karena ASEAN tidak memiliki dana.
“Kesepakatan ASEAN masih bersifat non Legally Binding sehingga implementasinya masih lemah dan tidak ada sanksi hukum serta bersifat voluntary,” katanya.
Sarannya, Indonesia sebagai negara dengan Sumber Daya Hutan (SDH) terbesar perlu mendorong AMS untuk mengatasi IL dan melaksanakan forest certifications towards SFM. ASEAN perlu membentuk trust funds untuk membiayai kegiatan bersama dan Deplu agar memperjuangkan tenaga profesional kehutanan untuk dapat mengisi jabatan strategis di sekretariat ASEAN sehingga kepentingan Indonesia dapat lebih disuarakan.(Tantra Nur Andi)

0 komentar:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger