Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata....

Senin, 26 Oktober 2009

Karol Bertandang ke Borneo Tribune

Hentakun
Borneo Tribune, Pontianak


Di luar hujan deras, sesosok wanita masuk menggunakan gaun merah, melemparkan senyum khas ramah. Ia menyapa setiap pegawai kantor yang sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, namun semua membalas senyuman dan membalas salam.
Yang datang adalah calon wakil rakyat yang akan membawa aspirasi masyarakat Kalbar di Senayan kelak. Ia adalah Karolin Margaret Natasa, caleg terpilih dari PDIP dapil Kalbar ini ditengah kesibukannya masih menyempatkan diri untuk bertandang ke harian Borneo Tribune yang ’mendam’ nun di Purnama dalam.

Diterima pejabat teras Borneo Tribune, Pimred Nur Iskandar, Karol ingin melihat langsung aktivitas kerja media. Nur memperkenalkan seluruh staff redaksi mulai Wapimred Tanto Yakobus, Redpel Muchlis Suhaeri, Manager Personalia A.A. Mering, Kuasa Hukum Dwi Safriyani dan Budi Rahman Redaktur serta Sarah Stafany, mahasiwsi Bonn University yang magang di harian itu.
Nur Is juga memaparkan mengenai harian Borneo Tribune dalam kedudukannya sebagai koran pendidikan yang mengutamakan jurnalisme damai. Jurnalisme yang mencerahkan masyarakat sesuai idealisme dalam kode etik jurnalistik. Borneo Tribune dalam menjalankan kiprahnya tidak lepas dari kerjasama dengan berbagai instansi seperti Bonn University, dan lembaga lainnya yang dianggap bisa membantu berkembangnya idealisme satu-satunya koran asli dari daerah ini.
Sebagai tokoh politik, Karol mengharapkan setiap media baik itu elektronik maupun cetak diharapkan memberitakan sesuatu agar proporsional, karena dengan hal itu masyarakat sebagai insan politik juga bisa mendapat pembelajaran politik melalui pers sebagai pilar demokrasi ke empat.
Seperti pemberitaan pemekaran provinsi Kalbar yang kembali menuai polemik di masyarakat, sehingga diharapkannya media berperan menjernihkan keadaan agar kesalahan persepsi dalam masalah pembentukan Kapuas Raya sebagai pemekaran dari provinsi Kalbar tidak disalahgunakan dalam kepentingan politik, apalagi ini dalam suasana kampanye Capres sehingga pemekaran Kalbar merupakan isu yang laku di jual.
Padahal menurut Karol belum tentu kita mengerti apa sebenarnya yang dilakukan pemerintah yang telah mengkaji kesiapan pemekaran. Sehingga Pers sebagai lembaga kontrol sosial diharapkannya menyampaikan ke masyarakat mengenai apa sebenarnya yang terjadi. ”Pers diharapkan punya visi yang jelas, misalnya bisa memberikan suatu pendidikan ke masyarakat, jangan menyerah pada kemauan pembaca, tetapi pers harus punya idealisme seperti mencerdaskan masyarakat,” ujar dokter lulusan Unika Atmajaya Jakarta itu.
Dihubungi di tempat terpisah, Selasa (23/6) Pengamat Politik Untan, Gusti Suryansyah, mengatakan keberadaan pers selama ini sudah memberitakan apa sebenarnya yang terjadi di masyarakat, namun diharapkannya pers sebagai lembaga yang bebas dari tekanan politik manapun dalam kapasitasnya sebagai kontrol sosial sudah pada tempatnya. Namun disatu sisi pers diharapkan untuk lebih berani melakukan kontrol sosial agar Kalbar ke depan bisa lebih maju.
Seperti dalam kasus pemekaran Provinsi Kalbar, menjadi komoditas politik yang menggiurkan dan layak jual, jika pers memberitakannya dengan proporsional maka semua akan berjalan sesuai kemauan masyarakat tanpa ada pengaruh dari pihak manapun, bisa tidaknya dimekarkan tergantung masyarakat yang menilai, para politikius tidak memanfaatkan moment ini untuk kampanye. ”Pers sebagai lembaga kontrol harus jeli,” ujar Gusti.
Expert Psikologi Hukum dan Hukum Tata Pemerintahan Daerah Untan, Turiman Fachturahman, mengatakan outer setting luar artinya melihat peristiwa di luar sebagai berita atau sebagai lembaga kontrol lalu di setting menjadi sebuah news misalnya seperti opini, dialog dan pemberitaan yang perlu diformulasi dalam bahasa media, sehingga perdebatan bukan suatu hal yang tabu asalkan proporsional dan mencerahkan.
Inner setting kembali kepada sang jurnalis mengemasnya, kemampuan kapibility masing-masing jurnalis mengolahnya, butuh profesionalitas kepiawaian wawasan dan butuh beberapa refrensi mengolahnya. Pers sebagai pilar keempat demokrasi tentu harus mencerdaskan publik dengan prinsip-prinsip demokrasi di situlah esensi sebuah komunikasi timbal balik antara media dan publik. ”Media hendaknya sebagai sebuah institusi pencerahan, bukan provokator,” ujar Turiman.

0 komentar:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger