Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata....

Selasa, 27 Oktober 2009

Gubernur Himbau Pejabat Tidak Terima Parsel

Pontianak (BORNEO TRIBUNE)--Beberapa hari lalu, Walikota Pontianak, Sutarmidji menghimbau pejabatnya tidak terima parsel. Hal sama disampaikan Gubernur Kalbar, Cornelis agar pejabat Pemprov tidak menerima parsel sebagai oleh-oleh dari kerabat atau dari siapa pun.
Walau menghimbau, Sutarmidji masih melihat parsel tidak lebih dari sekedar seni untuk makanan yang marak menjelang lebaran sehingga tidak perlu dipermasalahkan.

Lain halnya dengan Cornelis, himbauannya itu sebagai langkah antisipasi kemungkinan penyalahgunaan paket parsel ke arah yang dapat merugikan pejabat itu sendiri.
Hal tersebut disampaikannya usai menyerahkan bingkisan lebaran kepada PWRI, LLI, LVRI, para janda veteran dan cleaning servis di lingkungan kantor dan kediaman gubernur, wakil gubernur dan sekda, Senin (14/9) di Pontianak.
Pejabat pemprov dihimbaunya tidak menerima parsel dari siapapun, sekalipun itu teman, karena sesuai undang-undang yang berlaku memang ada larangan pejabat menerima parsel.
“Tidaklah terima parsel bikin kepala pusing, barang tidak seberapa urusannya bisa panjang,” ingat Cornelis.
Menurutnya, walaupun niat baik untuk memberi parsel tetap saja di mata hukum salah, sehingga disarankan kalau ada yang berniat memberikan parsel ke pejabat, khususnya pejabat pemprov agar disimpan saja, karena pejabat menerima parsel meskipun itu tidak salah bisa saja salah.
“Maksud kita bagus namun aturannya lain, janganlah, nanti tidak salah pun jadi salah, teman-teman yang mau memberi walaupun niat baik urungkan sajalah. Cukup pakai sms aja parselnya di simpan,” saran Cornelis.

Harus Lapor KPK
Pemberian parsel harus dilaporkan oleh pejabat negara atau pegawai negeri sipil (PNS) yang menerimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena parsel dikategorikan gratifikasi.
Aturan ini diatur pada Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 yakni pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Namun dengan pengecualian, Undang-Undang No 20 Tahun 2001, Pasal 12 C ayat (1) maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku bila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.
Bagi mereka yang melanggar aturan ini maka akan terkena ancaman pidana hukuman minimal satu tahun, maksimal lima tahun dan atau denda minimal Rp50 juta, maksimum Rp250 juta.(Hentakun)

0 komentar:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger