Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata....

Kamis, 01 Januari 2009

Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Masih Rendah

Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dalam membangun, di samping masih adanya praktek diskriminasi terhadap perempuan.

Demikian Pidato Gubernur Kalbar, Cornelis, dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-9 Dharma wanita Persatuan Provinsi Kalbar di Auditorium Polnep (17/12), yang dibacakan Sekretaris Daerah Kalbar, Syakirman.
Permasalahan lainnya menurut Gubernur, mencakup kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan, yang bersumber dari ketimpangan sosiokultural masyarakat. Hal ini tak terlepas dari terjemahan ajaran agama dan bias gender. Dalam konteks sosial, kesenjangan ini mencerminkan minimnya akses perempuan terhadap layanan kesehatan yang baik.
Dalam bidang pendidikan, perempuan belum bisa setara dengan laki-laki, karena selama ini angka partisipasi sekolah perempuan, terutama pada jenjang pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi serta masih tingginya angka buta aksara seperti yang tercermin dalam data bahwa dari 148.206 orang, laki-laki 49.007 orang, perempuan 99.199 orang, ini menunjukkan bahwa buta aksara perempuan dua kali lipat dari jumlah laki-laki.
Dalam bidang ekonomi, Gubernur mengingatkan bahwa krisis global ini berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia dan imbasnya pada perekonomian rumah tangga juga. Selain itu, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan 56,52 persen, jauh lebih rendah dari laki-laki yaitu, 72,71 persen. Sedangkan angka pengangguran terdidik perempuan yaitu 7,11 persen, hal ini dipengaruhi budaya yang menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah utama, dan perempuan sebagai pengurus rumah tangga.
Dalam bidang politik dan pengambilan keputusan keterwakilan perempuan di legislatif rendah, di DPRD Provinsi hanya 3 orang, dari 55 orang atau hanya 5,45 persen, sedangkan di DPRD Kabupaten/ Kota hanya 21 orang dari 374 orang atau hanya 5,3 persen. Jika dibandingkan dengan jumlah komposisi jumlah penduduk Kalbar, jumlah perempuan mencapai separuh dari jumlah seluruh penduduk, maka komposisi tersebut sungguh tidak seimbang, dan masih merupakan peluang bagi kaum perempuan untuk berkiprah di bidang politik dan pengambilan keputusan.
Untuk mengatasi hal tersebut, sudah ada pokok-pokok arahan Presiden Republik Indonesia pada rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Anak tahun 2008, yang juga dijadikan komitmen pemerintah untuk melakukan pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak perlu, diikuti dengan tindakan nyata dalam langkah-langkah operasionalnya.
Meningkatkan kualitas hidup perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik serta pengambilan keputusan dan perlindungan perempuan dari diskriminasi dan kekerasan. Kemudian mengupayakan pemenuhan keterwakilan perempuan 30 persen di bidang politik dan jabatan publik di tingkat nasional maupun tingkat daerah. Pemenuhan hak-hak anak, termasuk pendidikan bagi anak dan keluarga pekerja migran di luar negeri, mempersiapkan perempuan dalam menghadapi perubahan global dengan adanya perubahan iklim penurunan ketahan pangan dan guzi buruk.
Mengupayakan pencapaian target Milenium Development Goal’s, khususnya kemiskinan yang merupakan akar masalah pembangunan perempuan dan anak, secara sinergi dan berkelanjutan, dengan memperhatikan perbedaan kebutuhan dan peran antara perempuan dan laki-laki. Yang paling penting adalah negara harus mengerti bahwa perempuan lebih sensitif dan punya standar moral, dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan ekonomi, terutama sudah dibuktikan dalam pola pengembalian kredit.
Sementara itu, Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan Kalbar, Ny. Nila F. Moeloek, menyampaikan bahwa, perempuan Indonesia merupakan bagian terbesar dari penduduk Indnesia dan bisa meningkatkan kapasitasnya sebagai warga negara yang mampu menyelesaikan masalah keluarga maupun masalah bangsa.
Kepemimpinan merupakan kunci keberhasilan suatu kegiatan, sehingga perempuan sebagai penerus nilai dan norma-norma dalam keluarga dan Kelompok strategis dalam masyarakat, diharapkan mampu berperan sebagai pembawa perubahan dan pelaku pembaharuan (agent of change), agar bisa mewujudkan terjadinya perubahan, terutama dalam lingkungan dan ketahanan pangan sehingga tercapainya perbaikan kualitas hidup diri, keluarga dan masyarakat serta bangsa.(Hentakun/Borneo Tribune, Pontianak)

0 komentar:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger