Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata....

Selasa, 15 Februari 2011

Dayak Tuntut Hukum Adat Tamrin


PONTIANAK--Pernyataan Sosiolog UI Tamrin Amal Tamagola di persidangan Ariel pada 30 Desember 2010 lalu benar-benar memicu ketersinggungan masyarakat Dayak Kalimantan.

Mereka tidak hanya mengecam pernyataan Tamrin di persidangan kasus video porno Ariel itu saja, tapi menuntut Tamrin meminta maaf dan dihukum adat Dayak.
Aksi kecaman itu digelar serentak, Sabtu (8/1) oleh elemen masyarakat Dayak di Jakarta, Pontianak, dan beberapa kota di Kalimantan.
Di Pontianak, aksi massa Dayak dimulai dari rumah betang. Sebelum melakukan aksi 24 organisasi yang tergabung dalam masyarakat adat Dayak disampingi sejumlah tokoh diantaranya, Adrianus Asia Sidot, Yakobus Kumis, Ibrahim Banson, Henri Lisar, Khatarina Lies dan masih banyak lagi menggelar ritual Bapadah Bapinta yang dipimpin oleh Sanusi Ringo. Itu adalah ritual meminta ijin dan pertolongan kepada Jubata (Tuhan Yang Maha Kuasa) agar dalam melakukan aksi demontrasi dijauhkan dari hal-hal buruk dan jahat. Intinya mereka minta jalan mereka dimuluskan.
Di Tugu Digulis itu satu persatu jurubicara melakukan orasi yang berisi kecaman. Ratusan massa tersebut langsung menarik perhatian pengguna Jalan A Yani yang kebetulan melintas sekira pukul 09.00 kemarin. Sehingga arus lalu lintas agak macet karena masyarakat berhenti menyaksikan aksi yang agak unik.
Unik karena ada sebagian dari massa mengenakan pakaian adat Dayak. Selain orasi, peserta menggelar ratusan poster yang berisi kecaman terharap pernyataan Tamrin yang mereka anggap pernyataan tidak waras dan melukai perasaan Dayak.
Dari Tugu Digulis, massa bergerak menuju gedung DPRD Kalbar yang berjarak sekitar 500 meter dari bundaran Untan.
“Dayak tidak mau kelahi dengan sesama, tapi kita minta Tamrin minta maaf dan dapat dihukum secara adat di depan masayarakat adat Dayak yang ada di 9 provinsi,” ungkap Sanusi setelah melakukan upacara adat, di rumah betang.
Hal yang serupa juga diungkapakan Panglima Sindong Frans Anes. Dia tidak terima pernyataan Tamrin dimana pernyataa tersebut telah melecehkan orang Dayak. ”Kita minta Tamrin datang ke Kalbar dan membayar adat agar semuanya selesai,” kata Anes.
Ia mengatakan orang Dayak seperti harimau jangan dibangunkan dari tidurnya, karena kalau dibangunkan dari tidur maka bisa menerkam. „Jadi Tamrin mesti paham itu,“ ujar Anes.
Dewan Pakar Pertimbangan Majelis Adak Dayak Nasional, Adrianus Asia Sidot yang juga Bupati Landak mengatakan dirinya sudah melakukan konsultasi dengan beberapa tokoh adat. Dan masyarakat Dayak minta Tamrin dikenakan hukum adat, walaupun yang bersangkutan tidak kena adat Dayak, kita minta ada proses hukum positif sejelas mungkin dan bijaksana. Selain itu Tamrin harus minta maaf melalui media massa baik cetak maupun elektronik yang ada di seluruh Indonesia.
„Untuk batas waktu kita tidak menentukan, yang pasti lebih cepat lebih baik, sehingga perasaan tidak senang, sakit hati tidak terlalu lama dirasakan masyarakat Dayak, kalau terlalu lama takutnya lebih meluas lagi,“ kata Adrianus.
Ia meminta Tamrin secara arif dan bijaksana minta maaf secara langsung, karena dampaknya cukup besar seperti yang dilakukan sekarang ini, aksi ini bukan hanya dilakukan di Pontianak melainkan di seluruh Borneo dan Jakarta.
„Saya berharap dan menghimbau kepada masyarakat apapun yang dilakukan tetap pada koroidor hukum adat atau hukum positif. Dan yang palin penting kita mau menuju adat jangan sampai menjadi tidak beradat, ini adalah oknum pribadi jangan sampai melebar ke kelompok, agama, suku dan rasa, tetap konsisten dengan oknum tersebut jangan mengikutsertakankan agama dan ras,“ himbau Adrianus dalam orasinya di teras DPRD Provinsi Kalbar, kemarin.
Kecaman serupa datang dari masyarakat Dayak Kabupaten Sekadau. Tokoh adat Dayak Sekadau Ignasius Dibas dengan tegas mengatakan, Prof. Tamrin tidak cukup meminta maaf kepada masyarakat Dayak atas pernyataanya yang tidak bijak sebagai seorang profesor, tetapi dia juga harus dihukum adat seberat-beratnya.
Menurut Dibas pernyataan Tamrin, di sidang Areil yang mengatakan orang Dayak bersenggama tidak memiliki ikatakan pernikan sebuah pernyataan yang melecehkan dan menghina masyarakat Dayak di seluruh Indonesia di mana pun berapa. “Seorang Tamrin adalah profesor yang tidak bodoh, pernyataanya itu tidak mencerminkan sebagai seorang profesor. Dialah yang pantas disebut profesor bodoh,” tegas Dibas yang juga mantan anggota DPRD Sanggau ini.
Dibas juga mengajak masyarakat Dayak supaya tidak tinggal diam terkait pernyataan Tamrin, dalam kasus Ariel itu. “Tamrin harus kita hukum, tidak boleh biarkan orang seperti Tamrin itu. Masyarakat Dayak tidak seperti yang dia bayangkan,” ujarnya lagi.

0 komentar:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger