Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata....

Senin, 26 Oktober 2009

Rekomendasi GSDP Kalimantan Ideal Empat Provinsi

CORNELIS: SAYA TIDAK MEMBERI ANGIN SURGA

Hentakun
Borneo Tribune, Pontianak

Gonjang-ganjing pemekaran provinsi Kalbar menjadi dua provinsi belum bisa dilakukan dalam waktu satu atau dua tahun kedepan. Ini bukan lantaran eksekutif lamban atau menghambat, namun keputusan ini sesuai rekomendasi Grand Strategy Penataan Daerah (GSPD) tahun 2025 yang diselenggarakan di Makasar, Sulawesi Selatan 4 Juni 2009.

GSPD memang merekomendasikan penambahan provinsi masih mungkin dilakukan, namun dalam jumlah yang tetap terkendali. Untuk itu, meskipun suatu daerah menurut hasil kajian dianggap bisa dimekarkan, namun pada tahun berapa hal itu bisa direalisasikan dan perlu dikaji secara lebih dalam. Strategi yang diperlukan adalah strategi pengendalian yang bertujuan untuk mengendalikan pertambahan jumlah provinsi dengan cara membatasi atau mengendalikan keinginan masyarakat dalam bentuk provinsi baru.
Ketika jumpa wartawan di kediamannya di Pontianak, Minggu (21/6) Gubernur Kalbar Cornelis mengatakan tidak pernah menolak pemekaran provinsi Kalbar. ”Kalau saya menolak saya sudah mencabut rekomendasi gubernur terdahulu,” ungkap Cornelis. Ia juga menyayangkan dengan beberapa pihak yang berkomentar seperti pahlawan kesiangan, memanfaatkan situasi untuk mencari pamor.
Menurutnya mencari pamor sudah bukan waktunya lagi, sekarang bagaimana berbuat untuk rakyat dan tidak membohongi rakyat. ”Sebagai Gubernur, saya wajib menjelaskan secara jujur hal yang sebenarnya kepada masyarakat mengenai apa yang menjadi kendala dalam pembentukan Provinsi Kapuas Raya tersebut,” jelas Cornelis.
Cornelis menyayangkan sikap Partai Golkar yang terkesan seperti pahlawan kesiangan, ”Selama 32 tahun mereka berkuasa tidak pernah kita menjadi gubernur, yang menjadi gubernur pangkatnya Mayjen, alih-alih dengan situasi seperti ini jadi pahlawan kesiangan,” ungkap Cornelis.
Ia berharap juga kepada siapapun yang ingin berkomentar mengenai masalah pemekaran provinsi Kalbar agar proporsional dan media massa pun diminta jangan memberitakan masalah ini sepotong-sepotong, sehingga masyarakat terpengaruh. Cornelis berharap agar media memberikan pembelajaran baik dengan masyakarat, ”Saya tidak mau memberikan angin surga terkait pembentukan Provinsi Kapuas Raya, namun pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan sudah menilai lebih jauh dan lebih tahu, sehingga saya tidak bisa mengatakan menolak atau menerima karena ini kewewenangan pemerintah pusat,” tegas Cornelis.
Dalam GSDP tahun 2025 di Makasar yang dihasilkan tujuh kelompok kerja akan membahas mengenai GSDP dan kaitannya juga dengan rekomendasi pemekaran daerah, yang terdiri kelompok kerja administrasi publik diketua Mukhlis Hamdi, kelompok kerja manajemen pemerintahan diketuai Sadu Wasitiono, kelompok kerja manajemen keuangan diketuai Bambang P.S. Brojonegoro, kelompok kerja demografi diketuai May Ing Oey Gardiner, kelompok kerja pertahanan keamanan diketuai Mayjen (purn) Kivlan Zen, kelompok kerja sosial dan ekonomi oleh Syafrizal.
Hasil kajian kelompok tersebut pertama, formulasi penataan dari sudut pandang administrasi publik, mengkaji dua pendekatan dasar, yakni pendekatan demokrasi pemerintahan dan efektivitas demokrasi. Pendekatan demokrasi pemerintahan lokal mengedepankan aspek-aspek daya tanggap dan keterwakilan, yang berbasis pada jumlah penduduk yang direpresentasikan jumlah penduduk dalam desa.
Sedangkan pendekatan efektivitas administrasi didasarkan kemampuan rentang kendali atas dasar luas wilayah. Hasil kajian tersebut, Kalbar dimasukan dalam kategori II, yakni termasuk provinsi yang baru layak dimekarkan atau dikembangkan pada tahap kedua dengan rentang waktu mulai tahun 2017 sampai dengan 2025, bersama dengan Provinsi Kalteng dan Irjabar.
Dari sudut pandang manajemen keuangan, didasarkan dua pendekatan yakni pendekatan minimasi pengeluaran perkapita dan pendekatan maksiminasi penerimaan daerah sendiri perkapita. Berdasarkan kaijan tersebut, untuk regional Kalimantan, idealnya tetap empat Provinsi, yakni Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim seperti saat ini.
Dalam kajian juga mengatakan, pemekaran provinsi Kalbar atau pembentukan Provinsi Kapuas Raya (PKR) tentu akan dilakukan penundaan waktunya. Pemerintah disarankan lebih mendorong peningkatan kerjasama antar daerah dan lebih fokus pada penataan (penentuan ukuran dan jumlah) pemerintahan kabupaten/kota terlebih dahulu dibandingkan dengan penataan daerah provinsi karena pemerintah provinsi hanya bersifat koordinasi.
Dari sudut sosial-ekonomi, didasarkan dua pendekatan, yakni pendekatan pemicu pemekaran meliputi aspek ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah, luas daerah, perbedaan agama, dan perbedaan budaya, sedangkan pendekatan kelayakan pemekaran daerah meliputi aspek kemampuan keuangan daerah, pertumbuhan ekonomi daerah dan indek pembangunan manusia (IPM).
Berdasarkan kajian tersebut, nilai total pengukuran dari faktor pemicu pemekaran untuk provinsi Kalbar sebesar 250, dengan rincian nilai ketimpangan pembangunan (60), luas daerah (90), perbedaan agama (60), perbedaan etnis/budaya (40). Selanjutnya dengan menggunakan data PDRB tahun 2001-2005 sebagai dasar, maka nilai total pengukuran dari faktor kelayakan pemekaran daerah untuk Kalbar sebesar 160, dengan rincian nilai 60 untuk pertumbuhan ekonomi, nilai 60 untuk IPM, dan 40 untuk rasio kapasitas dan kebutuhan fiskal. Setelah dilakukan analisis terhadap faktor-faktor tersebut, provinsi Kalbar bersama 15 provinsi lainnya, dimasukan dalam kategori provinsi yang memiliki potensi untuk dimekarkan, namun tidak memenuhi kelayakan dari sisi kapasitas fiskal.
Seminar yang dibuka Menteri Dalam Negeri Mardiyanto itu menggaris bawahi beberapa hal, seperti GSPD merupakan strategi besar mengenai penataan jumlah daerah otonom yang ideal di NKRI sampai tahun 2025. Data yang disampaikan bahwa, pertambahan daerah otonomi sudah mencapai angka 205 yang terdiri dari tujuh provinsi, 165 kabupaten dan 33 kota. Saat ini jumlah Daerah otonomi di Indonesia menjadi 524, terdiri 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota.
Lebih lanjut dikatakan, untuk provinsi yang belum layak dimekarkan diperlukan strategi yang juga bersifat disinsentif terhadap pemekaran daerah. Provinsi Kalbar yang termasuk dalam kategori provinsi yang tidak layak dimekarkan sampai dengan tahun 2025, sehingga sesuai rekomendasi, strategi yang diperlukan antara lain Pemerintah Provinsi kalbar mesti lebih fokus pada peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintah daerah yang dilakukan dengan kebijakan peningkatan akselerasi pembangunan daerah, pembangunan kawasan perbatasan dan sebagainya, yang bermuara pada semakin dekatnya pelayanan publik dengan masyarakat.
Sehingga pemerintah memandang terbentuknya daerah otonomi sebagian tidak berbanding lurus dengan tujuannya, bahkan sebaliknya, di sebagian daerah otonomi baru, pertumbuhan kesejahteraan cenderung stagnan, bahkan menurun, pelayanan publiknya cenderung menurun dan daya saing daerahnya tidak menguat. Sebagai suatu sistem, penataan daerah harus dijaga keseimbangan antar sub sistemnya secara ketat agar dapat berjalan baik.
Hasil kesimpulan hasil kajian menyeluruh GSDP tahun 2025, bahwa daerah otonom provinsi Indonesia masih mungkin berkembang pada masa yang akan datang, namun perkembangan jumlah provinsi tersebut berbeda sesuai variabel yang menjadi 40 provinsi atau terdapat potensi pertambahan sebanyak tujuh provinsi. Alternatif dua, jumlah provinsi akan menjadi 49 atau terdapat potensi pertambahan sebanyak 16 provinsi.

0 komentar:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger