Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata....

Kamis, 21 Agustus 2008

Dirjen Puji Wagub Soal Makna dan Jiwa Keuangan


Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI Mardiasmo menegaskan bahwa sejauh ini Kalbar masih tergolong provinsi yang sering melakukan keterlambatan dalam penetapan APBD. Sekalipun ada pula kabupaten/kota di Kalbar yang sudah sesuai dan cepat dalam menetapkan APBD mereka.

“Saya harap APBD bisa ditetapkan sesuai dengan jadwalnya, sehingga pada awal tahun anggaran tersebut sudah bisa bergerak untuk melakukan pembangunan,” tandasnya dalam acara sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di Hotel Orchard, Selasa (5/8) kemarin.
Mardiasmo di hadapan stakeholder yang memenuhi ruangan sosialisasi mengaku bahwa pada 2008, sebesar 65 persen APBN telah dikucurkan ke daerah berupa dekonsentrasi, subsidi energi yang meliputi subsidi listrik, BBM dan pangan. “Sisanya baru dipakai pemerintah pusat untuk melakukan operasional pemerintah pusat,” paparnya.
Dia juga mengatakan bahwa anggaran APBN harus dikonsolidasikan dengan APBD provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia, sehingga pembangunan dapat berjalan secara simultan dan terarah. “Insya Allah akhir Septermber 2008 sudah diketahui berapa DAU, DAK untuk masing-masing daerah di seluruh Indonesia,” terangnya.
Sejauh ini Mardiasmo mengatakan bahwa masih banyak anggaran yang tumpang tindih, baik yang berada di kementerian negara, pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota seantero Indonesia.
Di tempat yang sama, Wakil Gubernur, Christiandy Sanjaya, menyambut baik terselenggaranya sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang bertujuan memberikan pemahaman yang sama dan menyeluruh dari stekehoders yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak lain dalam memahami PP No. 7/2008.
“Ini penting untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.”
Kata Wagub, daya saing suatu wilayah akan ditentukan oleh kemampuan mengelola sumber daya alam secara efisien dengan memperhatikan iklim teknologi wilayah. Beranjak dari realitas kondisi pembangunan yang sedemikian komplek, bahwa pembangunan daerah saat ini memang perlu dipusatkan pada pembangunan infrastruktur wilayah guna meningkatkan dan memberi jaminan aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan dan layanan dasar lainnya, sehingga masyarakat mampu keluar dari perangkap kemiskinan.
“Pembangunan infrastruktur wilayah, baik transportasi, listrik, air minum maupun komunikasi seluruhnya diharapkan dapat memicu dan memacu percepatan pembangunan daerah,” ungkapnya.
Diakui bahwa peranan daerah dalam upaya peningkatan sumber dana pembangunan menjadi sangat penting. Salah satu cara untuk menggali potensi dana alternatif pembiayaan pembangunan adalah berupaya meningkatkan penerimaan pajak.
Dengan terjadinya krisis ekonomi selama ini dan masih terbatasnya kemampuan pemerintah untuk memobilitas pajak maka upaya meningkatkan penerimaan pajak yang terlalu besar pada saat ini dikhawatirkan akan berakibat negatif terhadap dunia usaha dan juga perekonomian daerah. “Pemerintah daerah harus memfokus upaya pencarian dana alternatif untuk pembiayaan pembangunan namun dengan asumsi upaya pencarian dana dilakukan tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan investasi dan produksi daerah.
Menurutnya, dana perimbangan dari pemerintah pusat kepada daerah, khususnya dana alokasi umum (DAU) ditujukan untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dana penguasaan pajak antara pusat dan daerah. Masih besarnya presentasi DAU dalam menyumbang total pendapatan daerah maka ketergantungan pemerintah daerah yang tinggi terhadap DAU sebagai sumber pendapatan dalam APBD serta signifikannya belanja daerah dari mata anggaran DAU bagi pemerintah pusat. Sehingga memberikan implikasi tentang pentingnya proses pengalokasian DAU secara lebih efektif dan efisien. “Dalam konteks ini berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004, di mana pada tahun 2008 pemerintah telah menerapkan formula murni DAU atau non holdharmless.
Sehingga, tambah Wagub, melalui arah kebijakan makro dan fiskal tahun 2008 pemerintah berusaha memberikan arah kebijakan belanja ke daerah. Antara lain, meliputi konsolidasi deficit APBN dan APBD serta pemantapan desentralisasi fiskal guna menunjang pelaksanaan otonomi daerah.
Untuk itu, ulas dia, kebijakan alokasi belanja ke daerah antara lain untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah serta antar daerah. Kemudian mengurangi kesenjangan pelayanan Publio antardaerah dan meningkatkan kapasistas dalam menggali potensi pendapatan asli daerah melalui revisi UU No. 34 Tahun 2000.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga merupakan pengalihan secara bertahap dana desentralisasi dan tugas pembantuan yang ditujukan untuk mendanai kegiatan yang sudah menjadi urusan daerah ke dana alokasi khusus serta penghapusan non holdharmless sehingga pada 2008 tidak teralokasikan dana penyesuaian. “Seperti dalam penentuan alokasi pembagian APBN 30 persen untuk penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat sangat besar apabila dibandingkan dengan alokasi 70 persen untuk penyelenggara kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota seluruh Indonesia,” paparnya.
Sementara itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI, Prof. DR Mardiasmo memberikan apresiasi terhadap Wagub Christiandy Sanjaya yang merupakan seorang pemimpin yang mengerti dan paham akan makna serta jiwa tentang keuangan. “Wagub mengetahui makna dan jiwa tentang keuangan,” pujinya.□Andry/Borneo Tribune, Pontianak

0 komentar:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger