Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata....

Rabu, 11 November 2009

Belajar Damai dari Sebangki


BUKU PERDAMAIAN
Sejumlah pakar dan akademisi tampil membedah buku karya Kristianus Atok yang berkisah tentang perdamaian dan etnisitas di Kalbar. Tampil sebagai pembicara Prof. Dr. Syarif Ibrahim Alkadrie, Subro, Dr. Hermansyah, Dr. Amrazi Zako dengan moderator Dr. Yusriadi.

PONTIANAK--Kecamatan Sebangki, Kabupaten Landak patut menjadi contoh bagi Kalbar untuk merajut perdamaian di daerah ini.
“Sebab di Sebangki ada persepsi modal sosial yang sama antara Madura dan Dayak di mana kedua etnis ini bisa mengelola konflik yang terjadi di dalam masyarakat dengan baik,” kata peneliti utama di YPB, Ir Kristianus Atok, M.Si yang juga kandidat doktor di University Kebangsaan Malaysia saat meluncurkan tiga buku karya terbarunya, di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak, Senin (9/11).

Ia menuturkan di Sebangki, jika terjadi konflik antar individu Madura dan Dayak maka para tokoh Madura dan Dayak langsung mencari orang-orang yang bertikai dan menyelesaikannya secara aturan lokal yang ada di sana. Sehingga konflik tidak pernah membesar.
“Sebangki bisa menjadi kebanggaan Kalbar dalam mengelola konflik,” ujarnya.
Ia menuturkan dalam menulis tiga buku terbarunya, ia mencoba mencari yang sama dari perbedaan-perbedaan etnis yang ada di Kalbar.
Ia menilai adanya persamaan antara etnis ini bisa mengharmoniskan hubungan antar etnis.
Kristianus mengatakan semua konflik yang terjadi di Kalbar tidak pernah lepas dari kepentingan politik. Lihat saja konflik yang pernah terjadi semuanya terjadi saat ada pemilihan gubernur dan bupati.
Ketiga buku Kristianus bertemakan merajut damai, pembelajaran dan promosi pluralisme di Bumi Kalbar cukup menarik perhatian para peserta seminar.
Salah satunya Rektor Untan, Chairil Effendy yang mengatakan saat ini Kalbar memiliki banyak pemuda yang mulai menuangkan ide-ide pikirannya ke dalam bentuk penulisan buku.
“Hal ini sangat baik bagi perkembangan akademik di Kalbar ke depannya,” tegas Chairil.
Sementara itu, isi buku berjudul Membangun Relasi Etnik merupakan pembelajaran dari beberapa kampung di Kalbar di mana relasi etnik rukun dan kompak tanpa bias dari konflik-konflik etnik yang pernah terjadi di Kalbar.
Pada buku ketiga berjudul Orang Dayak dan Madura di Sebangki, kisah penting dari kampung. Apalagi buku-buku yang diterbitkan ini mengangkat tentang kebudayaan masyarakat Kalbar terutama budaya tradisi lisan sangat antusias. “Kita patut mendukung semua upaya-upaya akademik, riset dan peluncuran buku. Terlebih bermanfaat bagi harmonika hidup bersama di Kalbar yang majemuk ini,” ungkap pakar sastra lisan ini.
Usai peluncuran tiga buku ini, lanjutnya akan ditindak-lanjuti dengan bedah buku berbentuk seminar. Ada tiga pembedah yang akan tampil, yakni Subro, Dr Hermansyah, Dr. Amrazi Zakso dan Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie.
Dr. Amrazi Zakso mengatakan sumber konflik biasanya terjadi karena adanya perebutan SDM di daerah. Sementara belum ada iterasi pemahaman lintas budaya.
“Konflik biasanya juga disebabkan adanya akulturasi antara kebijakan pemerintah dengan penegakan hukum yang tidak berimbang dalam penanganan etnis,” katanya.
Amrazi menilai, adanya rasa keanggotaan etnis tertentu di dalam individu sangat besar pengaruhnya menimbulkan keegoan etnisitas. Biasanya dampaknya adalah merasa bahwa etnisnyalah yang paling baik dan benar.
Amrazi juga menyayangkan kuatnya sifat keetnisan dalam setiap individu saat ini membuat adanya kelompok-kelompok yang mengelompokkan diri dalam pergaulan di kalangan siswa SMA.
“Sekarang siswa SMA cenderung berteman dengan kelompok yang berasal dari satu etnis,” katanya.(Tantra Nur Andi/Borneo Tribune)

0 komentar:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger